*MENCARI SOLUSI UNTUK KEMESRAAN BERSAMA*
(Oleh ; Wayan Supadno)
I. Problematika fakta di kelopak mata.
1. Terjadi gini rasio yang tinggi utamanya kepemilikan lahan di Kalimantan. Hadirlah rasa kecemburuan sosial ekonomi multi manifestasi. Hanya masalah waktu saja akan jadi masalah serius jika tanpa solusi cepat.
2. Lahan yang berstatus APL sudah habis, tapi masyarakat butuh hidup, Kementerian Kehutanan (KLHK) tegas melarang ekspansi di non APL. Walaupun klaimnya sepihak oleh KLHK saja, tanpa konfirmasi sepadan batas, sebagai lazimnya.
3. Perusahaan sawit dan PKS telah menjalankan amanat UU, punya HGU dan izin lainnya. Penting dijaga konsistennya agar berkelanjutan. Investasinya dana besar triliunan dengan utang bank mempertaruhkan nama baiknya. Ekstra kerja keras, melibatkan banyak pekerja.
*Il. Empiris, kemesraan hadir jika sejahtera bersama berkeadilan.*
*4. PKS berintegrasi dengan peternakan sapi milik masyarakat.*
Masyarakat sekitar PKS bisa sebagai mitra produktif akan lebih sejahtera dibandingkan plasma sawit. Karena limbah PKS bungkil dan solit bisa jadi pakan sapi gratis. Limbah cair bisa jadi pupuk hijauan pakan ternak inovatif. Kedua pihak sama diuntungkan.
Secara umum pertumbuhan sapi tiap harinya (ADG) 0,9 kg/ekor/hari atau 300 kg/ekor tahun. Harga jual hidup Rp 60.000/kg atau setara Rp 18 juta/ekor/tahun nilai tambahnya. Komponen pakan 70% dari total biaya selama 1 tahun. Jika pakan gratis maka semua Rp 18 juta bisa jadi laba.
Jika 1 PKS membina 1.000 ekor sapi milik 100 KK masyarakat sekitar. Maka pasti akan jauh lebih sejahtera dibandingkan hanya jadi plasma pemilik kebun sawit 2 ha/KK. Karena akan beromzet 10 ekor x 500 kg x Rp 60.000/kg = Rp 300 juta/KK. Labanya minimal Rp 15 juta/ekor/tahun atau Rp 150 juta/10 ekor/KK.
Pasarnya, Indonesia tiap tahun impor daging dan sapi setara dengan 1,5 juta ekor. Khusus Kalimantan mendatangkan dari Jawa, Madura, Bali dan NTT. Artinya ada proses kapital terbang demi pangan saat kita berlimpah jumlah pakan sapi bermutu tinggi nyaris gratis. Mesra sejahtera.
*5. Pengembangan tanaman buah tropis bermitra antara perusahaan kebun sawit dan masyarakat.*
Investasi jeruk, durian dan alpukat. Umumnya Rp 75 juta/ha hingga panen perdana, non tanah. Mulai buah pada usia 3 tahun. Hingga 12 tahun jika jeruk. Hingga puluhan tahun jika alpukat dan durian. Hingga 3 tahun harus peremajaan jika pisang. Kesemuanya bernilai ekonomi tinggi di atas sawit.
Kalau tanaman buah tropis umur puluhan tahun alpukat dan durian bisa dikembangkan di lahan HPK dan HP. Artinya bisa ditanam di sekitar kebun sawit milik perusahaan dan sekaligus bisa dibina oleh perusahaan sawit sebagai mitra usahanya. Akan melahirkan keadaan saling diuntungkan, bersinergi produktif. Mesra sejahtera.
Pasarnya bisa bekerjasama dengan industri pangan yang sudah ada gudangnya di tiap kota provinsi di Kalimantan. Selama ini impor dan parsial kecil mendatangkan dari Jawa. Omzet dan labanya bisa minimal 5 kali lipatnya dibandingkan tanaman sawit dalam luasan sama. Bisa jadi mitra usaha perusahaan besar.
Salam 🇲🇨
Wayan Supadno
Pak Tani