PH45 , Jakarta -Penarikan paksa kendaraan bermotor jenis Mobil merk NISAN ber Nopol B 1756 KYU di wilayah Jl H.Salin No. 154 Cakung Jakarta Timur beberapa waktu lalu oleh Pihak Leasing SMS FINANCE (Exsternal dan Internal) berujung Laporan Polisi dan laporan ke OJK.
Kuasa hukum dari Debitur yaitu 15 Pengacara dari BPPH Pemuda Pancasila MPC Kabupaten Bogor,hari ini mengawal pemeriksaan saksi-saksi kejadian di Polres Jakarta Timur. Jumat (6/8/22).
Dikatakan oleh Antony Lesnussa, SH bahwasanya Clienya sebagai ahli waris dari Almarhum yang sudah menyampaikan surat dan menghadap ke pihak SMS Finance sepeninggalan suaminya untuk menanyakan Proteksi jiwa atas kredit pembiayaan tersebut dan meminta untuk dilakukan pelunasan khusus yang masih dalam proses negosiasi dengan pihak leasing,namun oknum yang mengaku sebagai pihak Internal dari Leasing SMS Finance bersama rekan-rekannya tetap menarik paksa unit mobil tersebut dengan menggunakan Mobil Derek yang ber Nopol dari Instansi Kepolisian.
"Betul sekali, penarikan paksa kendaraan mobil NISSAN tersebut dilakukan dengan menggunakan Mobil Derek yang di duga milik Kepolisian sesuai dengan Nopol dan tulisan yang ada di Mobil Derek tersebut" ungkap Antony Lesnussa SH.
"Intinya pada hari ini kami bersama dengan 15 Pengacara dari BPPH PP MPC Bogor,mengawal Saksi-saksi kejadian yang dimintai keterangan oleh penyidik" tambahnya.
OJK Bakal Berikan Sanksi untuk Leasing yang Tarik Paksa Kendaraan
Dewasa ini penarikan paksa kendaraan bermotor yang menunggak atas pinjaman alias tagihan tanpa memperhatikan ketentuan serta prosedur berlaku masih marak terjadi.
Bahkan tidak jarang debt collector berurusan dengan debitur yang sudah menyelesaikan kewajibannya dengan membayar tagihan sebelum jatuh tempo dimaksud.
Oleh karena itu, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pihaknya tidak mentolerir pelanggaran dan bakal memberikan sanksi keras kepada perusahaan pembiayaan atau leasing yang melanggar hukum serupa.
Sebab, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020, perusahaan pemberi kredit atau kreditur (leasing) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Perusahaan pembiayaan harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik obyek jaminan fidusia.
Namun, perusahaan leasing tetap bisa menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi dan menyerahkan secara sukarela.
“OJK tidak mentolerir debt collector yang melanggar hukum dan akan memberi sanksi keras perusahaan pembiayaan yang melanggar,” kata Sekar kepada Kompas.com
Adapun sanksi tersebut mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Perusahaan Pembiayaan .(rjp)